Jumat, 29 November 2019

Jalan Pulang


*Sekadar fiksi

"Yun, Yuyun.... Mana hape Bapak?" Suara bariton memecah hening dini hari. Sesosok tubuh renta merabai sprei.

"Gelap sekali, lampu mati, Yun?"

Tubuh besar itu beringsut ke tepi ranjang. Menjulurkan kaki perlahan ke lantai.

"Hih, dinginnya... " Tak jadi kaki itu turun. Tangannya terus meraba dalam gelap. Ia ingat ada foto hasil editannya yang semalam belum sempat ia posting di grup WA.
Hampir seluruh permukaan ranjang ia raba, tapi tak menemukan apa pun.

"Yuuunnn...." Biasanya tak butuh lama, yang dipanggil sudah menghampiri. Tapi kenapa ini begitu lama?

"Ah, gelap sekali. Tapi sebentar, cahaya apa itu?"

Dari pembaringan lelaki itu melihat seberkas cahaya menyilaukan. Ia melihat bayangan di tengah sinar.

"Lho, Bu...."

Ketika bayangan itu dalam jangkauan pandangan, wajah istrinyalah yang tampak. Begitu cantik, bersih, bercahaya.
Ia terpukau, terperangkap senyum manis yang meluluhkan masa mudanya.

Diterimanya uluran tangan istrinya. Air matanya tak dapat lagi dibendung.

"Bu, aku kangen... Ini tepat tiga tahun kau tinggalkan aku. Sekarang engkau kembali."

Direngkuhnya sang istri penuh kerinduan. Serasa ia bersatu kembali dalam gelora cinta yang menggelegak.

Tak ia lepaskan, sampai ia tersadar, ada jeritan histeris di sisinya.

"Bapak...."

"Yun... Yuyun...."

Tubuh rentanya berusaha memeluk anak yang sejak tadi dipanggilnya. Bergeming, seperti meraih asap.
Sang Istri memeluknya, membimbing lengannya, pergi ke arah cahaya dari mana ia datang.
Ia hanya bisa mengikutinya dengan takzim.

"Innalillahi wa innailaihi roji'un."

Yuyun mengusap wajah bapaknya. Kakinya menyentuh sesuatu. Hape. Dan dia tak peduli.
Meski sejatinya, bapak terpisah ruh dari raga dini hari itu, dalam kesadaran mencari hapenya.

*end

Pelajaran moralnya, saat usia senja, meski menemukan kesenangan dalam bermedia sosial, seyogyanya selalu ingat kontrak hidup yang sewaktu-waktu berakhir. Banyaklah mendekatkan diri kepada-Nya.

*Rumah Sunduk Sate
*Sidoarjo, 30, bulan N 2019