Bagiku yang sungguh sangat membuat gembira anak seumurku adalah banyolan-banyolan dari pemain kentrung, saat itu yang terkenal adalah Trio Nor. Banyolan dalam bentuk pantun berbahasa Madura yang diselingi Bahasa Indonesia berisi sindiran-sindiran dan juga petuah-petuah, dan juga egol pemainnya mengikuti irama kentrung dari alat musik semacam rebana ( iramanya nyaris seperti hentakan dang dut koplo ).
Di masa kini, kentrung tak terdengar lagi. Kota kecilku sudah menjadi kota modern. Seni tradisional menjadi barang langka untuk ditemukan. Bahkan anak-anakku tak kenal sama sekali yang namanya kentrung. Untuk itu aku mencoba mencari informasi sebanyak mungkin tentang kesenian ini. Sebagai awal mungkin informasi dari Wikipedia dapat membuka cakrawala untuk mengenal seperti apa seni kentrung itu.
Kentrung
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kentrung sebuah kesenian asli Indonesia yang berasal dari pantai utara Jawa. Kesenian ini menyebar dari wilayah Semarang, Pati, Jepara, hingga Tuban - dimana kesenian ini dinamakan Kentrung Bate[1] karena berasal dari desa Bate, Bangilan, Tuban.[1] Kentrung Bate pertama kali dipopulerkan oleh Kiai Basiman di era zaman penjajahan Belanda tahun 1930-an.[1]Seni Kentrung diiringi alat musik berupa tabuh timlung (kentheng) dan terbang besar (rebana). [2]. Seni Kentrung sendiri syarat muatan ajaran kearifan lokal[2] Dalam pementasannya, seorang seniman menceritakan urutan pakem dengan rangkaian parikan dengan menyelipkan candaan - candaan yang lucu di tengah-tengah pakem walaupun tetap dengan parikan yang seolah dilakukan luar kepala.[2] Parikan berirama ini dilantunkan dengan iringan dua buah rebana yang ditabuh sendiri.[2] Beberapa lakon yang dipentaskan di antaranya Amat Muhammad, Anglingdarma, Joharmanik, Juharsah, Mursodo Maling, dan Jalak Mas.[2]
Berdasarkan pernyataan yang didapat dari situs forum budaya Kesenian Kentrung dianggap terancam punah karena gagal melakukan regenerasi. [3] Sejumlah orang yang masih mampu memainkan kesenian ini dan kebanyakan sudah lanjut usia.[3] Isyu yang kini ada di antara para pemain Seni Kentrung adalah permintaan agar pemerintah segera mendokumentasikan kesenian tradisi, termasuk kentrung bate, dengan harapan terdokumentasinya (tidak hilang) budaya dan kesenian asli daerah.[3] Dokumentasi kentrung dianggap oleh pemainnya sangat penting mengingat sudah tidak ada penerus dalam kesenian ini.[3]
Ada satu tulisan yang mungkin dapat memberi gambaran riil tentang kesenian ini.
Mbah Rati, panggilan perempuan yang penglihatannya sudah buta ini mengaku kesulitan mencari pemain pengganti. Dalam perhelatan seni tradisional bernuansa magis, hanya dimainkan tiga personel. Dirinya pun selain dalang kentrung, juga merangkap sebagai penabuh kendang.
Sementara Mbah Setri dan Mbah Samijo, memegang perangkat irama, sekaligus bertindak sebagai penembang. Praktis tiga pelakon seni yang banyak ditanggap karena nadzar warga masyarakat itu berperan ganda. Sebagai penabuh gamelan dan pelantun syair-syair sarat pesan moral.
Saat digelar perhelatan di rumah Mbah Rati, dalam rangka nadzar meminta turun hujan, puluhan warga Desa Bate, baik anak-anak dan orangtua memadati pelataran rumah papan sederhana tanpa plester. Mereka khusuk mengikuti irama tetabuhan kentrung, sekaligus menyimak bait demi bait syair yang dilantunkan Mbah Rati.
Bersamaan itu, 12 pelaku seni kontemporer dari Komunitas Soh dari Desa Sukorejo, Kecamatan Parengan, turut hadir mengikuti perhelatan di tepi tegalan kering. Mereka terlibat ikut meramu irama dengan perangkat rebana.
"Kita membantu Kentrung untuk persiapan festival Kesenian Pantai Utara yang akan digelar di Probolinggo minggu ini," kata Eko Kasmo dari Komunitas Soh saat di lokasi.
Tak hanya Mbah Rati, Mbah Wiji, suami Mbah Rati juga mengaku kesulitan mencari penerus seni kentrung. "Anak cucu saya tidak ada yang mau menggantikan pemain kentrung. Mereka malu melakoni seni tradisional. Tapi mereka justru tak malu kalau disuruh nembang dangdut," kata Mbah Setri yang terhitung masih saudara sepupu Mbah Rati.(fat/fat)
Sumber: detik
Sebagai akhir dari pengenalan atas seni kentrung ini, ada nukilan mengenai detail kentrung yang lengkap aturannya, bahkan contoh parikannya.
Kentrung mempunyai beberapa unsur yang ada di setiap pertunjukan yaitu:
- Dalang, adalah pembawa cerita yang sekaligus menjadi pengatur jalan cerita. Dalang Kentrung hampir sama dengan dalang wayang, kesamaan tersebut dalam hal mengubah karakter suara sesuai dengan lakon yang sedang berdialog.
- Cerita, merupakan unsur kedua dalam pertunjukan kentrung. Cerita yang biasa diangkat oleh dalang adalah cerita kerajaan, legenda, Wali, Nabi, dsb.
- Instrumen pengiring merupakan hal yang penting dalam membawakan sebuah cerita, karena dengan Instrumen masyarakat tertarik mendengarkan cerita.
- Kendhang Kentrung, adalah sebuah alat yang berfungsi sebagai pamurba irama dan sebagai variasi lagu atau dengan kata lain bertugas mengatur irama dan jalannya sajian. Kendhang secara ukuran berbeda dengan kendhang Jawa, kendhang Kentrung biasanya berukuran lebih panjang, Seringkah Dalang berperan ganda dengan memainkan kendhang.
- Terbang/Kempling/Rebana (frome drum), alat pemukul yang lahir dari Jawa Tengah ini dari kayu berbentuk bulat dan dibalut dengan kulit kambing, berfungsi sebagai variasi instrumen lagu.
- Bonang, tidak semua dalang kentrung menggunakannya, alat yang dibuat dari perunggu/kuningan/besi merupakan salah satu pelengkap alat instrumen gamelan Jawa. Fungsi aslinya adalah pamurba lagu (pembuka jalannya sajian) pada beberapa gendhing, bonang digunakan sebagai penghias lagu dalam pertunjukan Kentrung.
- Panjak, adalah penabuh instrumen dalam pertunjukan Kentrung. Selain yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam pertunjukan Kentrung juga terdapat parikan. Parikan adalah sejenis pantun yang dilagukan atau dinyanyikan oleh dalang beserta panjaknya dengan iringan musik sederhana. Parikan juga memuat pesan-pesan moral terhadap masyarakat, Parikan juga memiliki kategori yaitu bagus, cacat dan jelek (Hutomo, 1993:xxxix).
Tuku karet dhuwite ilang(Beli karet uangnya hilang Ketika kuambil sandalku tertinggal Kalau terdesak janganlah bimbang Sebab sudah disediakan kantor koprasi) (Hutomo, 1993:49).
Tak baleni sandhale keri
Yen kepepet aja sumelang
Wis disedhiyani kantor koperasi
Contoh parikan kategori cacat:
Kembang terong abang(bunga terong berwarna merah biru mencorong, sekarang ini sudah bebas berbicara, tetapi jangan celometan).
biru moblong-moblong,
sak iki wis Bebas ngomong,
tapi ojo clemang-clemong
Ijo ijo lak ijo ijo(Hijau-hijau daunnya sawi, paling enak punya istri bila malam ada yang mijiti)
Ijo-ijo godonge sawi
Paling enak duwe bojo
Lek bengi onok sing mijeti
Banyolan
Kentrung juga memiliki ciri banyolan, berguna untuk mengatasi rasa bosan penonton. Bentuk banyolan ini bisa berupa kritikan tidak langsung sehingga menjadi lucu ataupun berupa kata erotis yang agak berbau porno.
“Pemerintah dan masyarakat diharapkan turun tangan ikut menguri-uri kesenian rakyat yang hampir punah ini,” ujar Pengamat Budaya Dari Universitas Jember (Unej) Prof Ayu Sutarto dalam diasnatalis ke 10 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair).
Bahkan pemerintah harus secepatnya menginventarisasi kesenian daerah di Jatim seperti ludruk, ketoprak, sandur, terbang jidor, jaranan, campursari, tandak bedes dan kentrung. Setelah itu segera dipatenkan agar tidak diakui negara lain seperti Reyog Ponorogo.
Sementara peran masyarakat dan pemerintah juga harus ikut bertanggung jawab tentang kelangsungan kesenian tersebut dengan jalan mencintai seni budaya sendiri. “Apresiasinya ya harus mau nanggab jika ada hajatan acara-acara lainnya,” katanya. (Sunaryo)
‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾‾
Artikel di atas dinukil oleh Tim Pustaka Jawatimuran dari koleksi Deposit – Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur: POTENSI JAWATIMUR, EDISI 12, TAHUN VIII/2008, hlm. 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar