Kamis, 03 Mei 2018
Sekadar Meong
Hampir tengah malam. Kepala masih sering sedut senut datang dan pergi. Sudah dua hari ini begitu tanpa kutahu apa sebabnya. Tepat di atas telinga kanan, diikuti dengan gembuk yang sakit jika disentuh.
Ah, sudahlah. Penyakitku memang begitu. Datang dan pergi tanpa permisi. Tempatnya pun berubah berpindah tempat.
Pernah tak bisa jaga dari jongkok. Benar-benar tak mampu kaki ini mengangkat tubuh bagian atas.
Aku yang biasa loncst dan lari sebagai pemain voli, harus berhenti total. Jika kupaksa berlari, saat lari bisa melesat, tapi sesudahnya lumpuh tak berdaya, tidak kuat lagi berdiri.
Pernah juga didiagnosa sakit jantung karena ada hubungannya dengan tensi tinggi. Dada gedebag gedebug dan kadang seperti bendera berkibar.
Paling akhir yang agak miris adalah datangnya kesemutan di tangan kanan pada setiap Subuh di kamar mandi. Jalan mengantisipasinya adalah membaringkan tubuh telentang, lurus, diam, seka dengan minyak kayu putih sekujur tubuh. Untuk beberapa waktu dapat teratasi.
Puncaknya rasa semutan itu menjalar ke pundak lalu ke pipi sebelah kanan.
Aku berusaha untuk tidak panik. Tetap dengan cara yang sama penanganannya sambil kusambat.
"Berhentilah. Jika memang tiba waktuku, jangan seperti ini."
Alhamdulillah, semutan mengendur dan tubuh kembali normal.
Kuperiksakan ke dokter, katanya hanya kecapekan. Diberi obat generik pereda nyeri, pengencer darah, dan vitamin darah.
Kemudian lama aku tidak sakit apa-apa lagi.
Baru kini dengan modus baru tusukan di kepala.
Lucunya kalau dibawa beraktifitas rasa sakit itu hilang. Hla, apa harus ngerumpi terus?
Pernah juga terjadi, lututku nyeri amat sangat yang datangnya juga setiap Subuh.
Kali ini aku tak tinggal diam. Pikirku, sakit di dalam pasti ada sebabnya.
Kubawa ke klinik untuk rongent lutut dan jantung.
Hasilnya, jantung normal. Sedang pada lutut ada peradangan, bukan osteoporosis.
Diobati, sembuh.
Dengan berlalunya waktu sering aku bertanya kepada diri sendiri.
"Adakah orang lain pernah sakit seperti diriku? Datang dan pergi dengan sakit yang berbeda dan tak pernah balik lagi?"
Bhaaa...
Kuhibur diriku sendiri dengan rasa syukur.
Masih diberi sehat tanpa sakit yang berarti sampai hari ini.
Mungkin pola hidup dan pola berpikir yang menjadi penyembuhnya.
Sejak memutuskan untuk hidup ikhlas, hidup dengan kesadaran bahwa aku itu sejatinya tak punya milik apa-apa, bahkan terhadap pasangan hidup dan juga anak-anak yang kesemuanya adalah amanah untukku, hidupku terasa begitu ringan.
Keikhlasan yang melahirkan rasa sabar, pengendalian diri terhadap amarah, bicara maupun prilaku yang lebih tenang. Menghindari konflik apa pun dengan siapa pun.
Bukan tanpa sebab.
Aku bisa begitu karena pernah jatuh bangun berusaha merebut yang fana dari kehilangan.
Rasa sakit, kesedihan, penderitaan, airmata yang menyungkurkanku pada kesadaran baru.
"Takabur aku jika aku menganggap milik semua ini. Semua milik Allah SWT. Aku hanyalah pengemban amanah."
Rumah tangga yang dihiasi dengan ribut dan pertengkaran, berangsur mulai tenang.
Aku lebih banyak diam dan tak meladeni amarah yang masih sering dilontar kepadaku.
Sesakit apapun penderitaan ditimpakan, aku pasrahkan semuanya kepada Tuhanku.
Lama kelamaan aku seperti kehilangan semua nafsu dan harapan.
Harapan kepada manusia yang sering hanya menjanjikan kecewa.
Laku hidupku benar-benar hanya untuk menyelesaikan waktu yang tersisa, mengisinyagerbang dengan banyak hal baik dan menghamba sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa.
So?
Lanjut seperti ini sampai tiba waktuku.
Menjadi anggota baru alam barzah yang dingin dan sepi dirasa manusia.
Yang menakutkan saat harus memasuki gerbang kematian.
Subhanallah.
Alhamdulillah.
Astaghfirullah.
...
Sidoarjo, 3 Mei 2018
#Rumah_Sunduk_Sate
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sorry banyak typo. Mata sudah seperti lentera tertiup angin.
BalasHapus