Kamis, 08 Agustus 2019

Berlatih Bela Diri

                          Sumber: google



Di Shorinji Kempo Yogya, Simpei Hari Yatman pernah berpesan: " Berlatih tak perlu di lapangan seluas GOR. Di kamar kos juga bisa dilakukan. Tidak ada alasan untuk tidak berlatih. Osh! Rapatkan siku menutup perut samping. Turunkan lutut membentuk kuda-kuda yang kuat."

Ia selalu mengingatkanku untuk mengubah gaya pencak silatku saat melakukan gerakan Kempo.

Mau apa lagi, basic-ku memang pencak silat sedari kecil.

Meninggalkan Kempo, aku belajar di Perguruan Silat Perisai Diri.

Gerakannya beda lagi. Tiap berpindah jurus, kuda-kudanya mengejut, setengah melompat.

Meski tidak ingat lagi sampai sabuk warna apa, aku pernah mengikuti kompetisi silat Perisai Diri antar perguruan tinggi  di Malang. Waktu itu aku bergabung di bawah kontingen UII Yogyakarta. Gak bodoh-bodoh amat, bisa melaju mengalahkan senior dari ITB, meski harus dibayar dengan tulang kering nyut-nyut dan bengkak segede pentung maling. Ini karena kakiku jarang berlatih dengan benturan karung pasir.

Pada program JICA 1985, ketika berangkat ke Jepang, staf Kemenpora waktu itu memintaku untuk memeragakan pencak silat di Nippon Budokan.

Aku sempat kelimpungan karena tidak membawa pakaian silatku. Waktu begitu mepet dengan keberangkatan, tas kresek diselipkan ke bagasiku.

Dan ketika akan tampil, alamak, ternyata itu pakaian silat dari perguruan Tapak Suci. Merah hati dengan plisir kuning.

Di depan cermin aku tercenung.

Yowislah, yang kuperagakan adalah pencak silat, asli Indonesia.
Bajunya Tapak Suci, gerakan silatnya Perisai Diri, Disiplinnya Shorinji Kempo.
Tampilnya di Nippon Budokan, Jepang.
Siapa peduli?

*Itulah kehidupan. Mixing membuat hidup jadi terasa komplit. Jangan tanya soal setia, sebab ini pertarungan rasa.

*Sidoarjo, 8 Agustus 2019

*Kangen Salam Bunga Sepasang, Mliwis, Harimau, Garuda, Gejug ( dengkul sudah pensiun jadi kuda - kuda )

*Mari kembali ke alam nyata. Aku sudah dalam perjalanan menuju tua ( bangka )
Sendi dan otot melemah. Kekuatan berubah menjadi angan saja.
Raga tak menyisakan kegagahan masa lalu. Yang tertinggal hanyalah disiplin untuk menjaganya agar tidak meluluh lantak sebab cedera.

Pada akhirnya semua yang dilatih oleh tubuh, tidak berdaya pada kodrat usia.

Tidak demikian dengan melatih pikiran agar tetap harmonis seimbang.
Manakala sesaat ada yang terlupa, memang butuh waktu untuk mengingatnya. Insyaallah tetap akan ingat jika mengingatnya dengan rileks.
Jika dipaksakan, semakin berusaha untuk mengingat, yang ada malah semunya jadi kosong.

Hidupku sudah menjejak dunia lupa itu.
Gamangkah?
Tidak! Kuncinya hanyalah menerima dengan sadar bahwa tua dan lemah itu adalah proses untuk setiap saat meninggalkan raga yang tak mampu lagi menjalankan fungsinya.

Raga akan tidur panjang.
Takutkah?
Tidak. Yakinkan diri jika tidur panjang itu tidak berasa apa-apa lagi.
Tidur yang tidak akan tersadar lagi di alam nyata. Dinikmati saja dan membesarkan hati penuh rasa syukur.

Ruh akan kembali ke pusat cahaya. Menjadi bagian cahaya semesta Sang Agung.

Hmmm...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar