Sekadar ilustrasi
Ada seorang bapak, termangu lama di depan cermin.
"Ada apa, Pak, kok, ndak pergi-pergi dari depan cermin? tanya Suminten, penjaga Cafe Ndesa tempat si Bapak biasa nongkrong.
"Ini, lho, Ten, dari tadi setiap aku melihat cermin, yang muncul wajah lelaki tua, penuh keriput, ubanan. Jelek banget, " sahut si Bapak.
"Owalah, Pak, ya itu wajah sampeyan gitu, lho. "
"Halah, mosok, to, Ten. Lha, dalam mimpi-mimpi setiap ada aku, aku itu masih bagus, nggantheng, istriku juga ayu, enom, kinyis-kinyis, " kata si Bapak sambil mengucek ucek (opo iki bahasa Indonesianya) mata terus. Ndak percaya apa yang dikatakan Suminten.
"Kalau tidak percaya, coba nanti kalau terjaga dari mimpi berikutnya, sampeyan lihat dengan seksama, siapa yang tidur di samping sampeyan. " Suminten sedikit anyel karena susah meyakinkan si Bapak kalau ia sudah tidak muda lagi.
Keesokan harinya, si Bapak ingat kata Suminten. Ketika terjaga dari lelap, ia menoleh ke sebelahnya.
"Astaganaga.... "
Ia langsung meloncat dari ranjang.
Ada seorang nenek, tidur dengan senyum damai, masih tersisa cantik di antara uban dan keriput yang menyobek penglihatannya.
"Mosok iki bojoku? Lha, kok, wis tuwek? "
Ia pun termenung, menatap wajah
perempuan tua yang begitu nyenyak di ranjangnya. Garis kecantikan masih meninggalkan jejak. Ia yakin itu istrinya, karena ketika muda, ia pastilah memilih perempuan cantik di antara perempuan-perempuan cantik yang dikenalnya, untuk jadi istrinya. Ia tidak suka perempuan buruk rupa.
Ia tak mampu menelan ludah melihat kenyataan itu. Kelu dalam sesal.
Sepanjang hidup ia terlena pada pesona perempuan-perempuan muda dan cantik yang selalu memuja kegantengannya, sampai lupa kepada istrinya sendiri.
Ia 'kembali' dan terkejut karena ternyata istrinya sudah setua nenek-nenek. Dan ia pun sadar, cermin itu tidak berdusta. Ia juga sudah tua, penuh uban, keriput dan tidak sebagus saat muda seperti yang diangankannya selama ini.
"Perempuan-perempuan muda itu yang berdusta dan selalu mengatakan diriku muda dan tampan. Bah... Gara-gara duit ini!"
Ia menghamburkan uang yang ia simpan di bawah kasur, dilempar tinggi-tinggi ke seluruh penjuru kamar. Ia terguguk, tersungkur di antara serakan kertas merah yang selama ini membuatnya tenggelam dalam sanjungan.
Sesal.
Kesal.
...
(ngerti ngono mau tak pilihi duwike. Sayang ceritane keburu cuthel.. Hihi)
..
#sekadarNgomyangSiangHari
#Rumah_Sunduk_Sate
Sidoarjo, 5 Agustus 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar